Rabu, 25 Maret 2009

PERUBAHAN YES, GOLPUT NO…!!!

33 tahun silam, 3 Juni 1971, di Gedung Balai Budaya Jakarta tampak penuh dengan pengunjung. Tepat sebulan sebelum pemilu 1971 saat itu. Selang beberapa menit kemudian ruangan hening ketika Arief Budiman yang didampingi aktivis mahasiswa dan pemuda lainnya dengan lantang memproklamirkan sebuah gerakan moral sebagai sebuah tindakan protes mereka terhadap sistem yang ada saat itu. Gerakan moral itu mereka namakan dengan “Golongan Putih (Golput)”. Meski setelah itu 34 eksponen Golput ditahan penguasa, tapi wacana ini sudah menjadi isu yang terus dan terus bergulir hingga sekarang. Dan, menjelang hajatan akbar pemilu 2009 pun, isu ini tetap panas untuk dibicarakan.

Kejadian puluhan tahun silam dipandang oleh banyak pengamat sebagai cikal bakal lahirnya gerakan golput yang intelektual. Hal ini didasarkan karena pada tahun 1955 pun Golput sudah muncul dalam ajang pemilu pertama negara ini saat itu, akan tetapi (konon) saat itu Golput lebih diartikan sebagai ketidaktahuan masyarakat tentang pemilu. Maka banyak diantara mereka yang tidak menggunakan hak politisnya. Dan, dari situlah angka Golput muncul. Golput intelektual bukanlah sebuah gerakan ecek-ecek seperti itu. Dan ini sebenarnya tidak bisa kita ukur, karena dalam sistem pemilu kita setiap suara yang tidak sah adalah Golput. Biasanya ciri gerakan ini adalah mereka sama sekali tidak memilih gambar partai manapun atau memang sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya (tidak datang sama sekali ke TPS). Arief budiman Cs telah membangkitkan gerakan ini, dan usungan mereka adalah Golput yang didasarkan pada suatu analisa bahwa sistem yang ada hanyalah sistem untuk menopang kekuasaan yang ada, sistem yang sengaja dikloning oleh penguasa untuk melanggengkan tirani mereka. Bahkan pernah diusulkan agar Golput disertakan sebagai perserta pemilu dengan lambang putih.

Marilah berpolitik ala orang dewasa, Golput bukanlah solusi. Pengamat politik dari Universitas Bengkulu Lamhir Syam Sinaga menilai, kalangan yang tidak memberikan suara alias golput pada pemilu sama dengan "penumpang gelap" di dalam negara ini. Pemilu merupakan jalan untuk memilih pemimpin bangsa yang akan menentukan garis kebijakan dalam pengelolaan negara. Kebijakan yang dibuat oleh pemimpin itu akan menentukan kondisi maju-mundurnya negara ini, tergantung kualitas figur pemimpin yang terpilih melalui pemilu.
Secara sepintas, masyarakat sekarang umumnya masih dalam kondisi kebingungan. Pertama, kebingungan berkaitan dengan teknis pemilu. Kedua, kebingungan untuk menentukan siapa yang akan dipilih dalam pemilu. Dalam simulasi di lapangan, banyak yang masih bertanya tentang cara pemberian suara yang benar, apakah mencoblos, mencontreng, atau melingkari. Penandaan yang benar juga apakah dilakukan satu kali atau dua kali. Kebingungan menentukan pilihan disebabkan dalam pemilu kali ini sangat banyak partai politik yang menjadi peserta pemilu. Dengan sendirinya, calon anggota legislatif (caleg) pun menjadi sangat banyak.
Momentum perubahan
Di tengah apatisme, yang kini perlu dilakukan adalah membangun upaya untuk menyadarkan masyarakat bahwa politisi itu tak semuanya busuk. Pemilu 2009 justru merupakan momentum terbaik bagi bangsa untuk melakukan perubahan.
Pemilih terpelajar, pemilih di perkotaan, atau yang memiliki akses informasi lebih baik semestinya tak lagi mengambil sikap Golput, tetapi justru membantu mendidik masyarakat untuk memilih secara kritis partai politik atau caleg yang paling baik di antara semua calon yang ada.
Terlebih lagi, putusan Mahkamah Konstitusi memberikan ruang besar kepada pemilih untuk memilih langsung nama caleg dalam pemilu, bukan lagi memilih lambang partai. Dengan bersikap kritis dan tidak apatis, akan kian banyak caleg berkualitas yang terpilih untuk duduk di DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun DPRD.
Dengan begitu, kita membantu pemilu menjadi lebih berarti. Pemilu tak sekadar menghambur-hamburkan uang, tetapi benar-benar membawa perubahan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.

…Selamat memilih dengan CERDAS…


By: Febriansyah (Presiden Mahasiswa Unsri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar